Selasa, 27 Januari 2009

Lagi- Lagi Pemikiran




PEMIKIRAN TERHADAP ISU LINGKUNGAN
DIPROVINSI JAMBI
Donny Pasaribu
Caleg DPRD Provinsi Jambi Dapil Kota
Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK)/ 20

Rusaknya lingkungan hanya akan mewariskan beban sebuah bangsa karena lingkungan yang rusak tidak dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan generasi mendatang. Semakin ironi bila kerusakan lingkungan justru akibat rapuhnya mental para elite politik.

Ada 4 kondisi relasi antara politik dan lingkungan, yaitu :
1. Kepadatan penduduk yang identik dengan produksi sampah yang sangat besar.
2. Peraturan lingkungan yang mudah menguap karena ruwetnya birokrasi
3. Pemilik perusahaan lebih suka membayar penalti karena lebih murah daripada investasi tehnologi yang ramah lingkungan.
4. Politikus yang lebih senang gratifikasi daripada membuat peraturan perundang- undangan lingkungan yang kuat.

Contoh pada point 4 kiranya perlu digarisbawahi untuk berbagai kasus perusakan lingkungan di Indonesia. Sebagai contoh, kasus Al Amin dan Azirwan untuk memuluskan perubahan status kawasan hutan lindung Kabupaten Bintan yang mencapai luasan 8.000 hektar adalah fenomena gunung es yang menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan sering diakibatkan kerja sama yang baik antara legislatif dan eksekutif yang merugikan rakyat.

Dengan demikian, semakin jelas bila kasus-kasus perusakan lingkungan hidup akibat ulah elite politik semakin mengarah kepada dampak negatif penurunan kualitas pendidikan, sosial, dan ekonomi masyarakat sekitarnya. Padahal, itu hanya untuk kasus hutan, belum termasuk kasus pertambangan, monopoli sumber air, perikanan dan kelautan serta lain-lainnya.

Selain itu, beberapa kasus lingkungan yang diharapkan menjadi titik tolak keberpihakan undang-undang lingkungan, seperti kasus Buyat di Minahasa dan kasus Freeport di Papua, telah berakhir mengecewakan pecinta lingkungan. Hal ini karena perubahan-perubahan politik lingkungan yang terjadi di dunia internasional dapat menggoyang ekonomi nasional yang hendak menjadikan pemanfaatan sumber daya alam sebagai opsi terbaik. Sebagai contoh, produk-produk alam Indonesia seperti produk hutan dan laut, akan mudah dijegal di pasar internasional dan dengan mudah dikalahkan Vietnam, Laos, dan Thailand dengan alasan citra keberpihakan lingkungan kita sebagai sebuah bangsa masih rendah.

Padahal menurut Martin Jaenicke seorang pakar dan pemerhati lingkungan, Jangkauan politik lingkungan dapat meningkatkan citra kredibel negara terhadap pengelolaan administrasi negara, kemampuan riset penemuan material baru, dan penguasaan teknologi tinggi. Hingga pada akhirnya kemampuan mengemas isu politik lingkungan mempersempit celah pasar internasional menolak produk- produk domestik.

Maka tidak heran bila hingga kini isu lingkungan di Jerman adalah salah satu hal penting dalam konstelasi politik setiap menjelang pemilihan calon anggota Bundestag yang akan dipilih oleh rakyat Jerman tahun 2009 nanti. Berbagai inisiatif dilakukan organisasi lingkungan melalui diskusi langsung, wawancara terbuka, serta penyebaran angket. Tujuan utamanya selain mendorong kepedulian lingkungan caleg Bundestag juga menyaring politikus bermasalah.

Tadinya besar harapan bersamaan dengan momentum pengumuman daftar calon legislator tiap partai menjelang pemilu 2009, akan menjadi sebuah saringan efektif terhadap para politikus bermasalah bila masyarakat, baik diwakili organisasi lingkungan, organisasi keagamaan, atau LSM lainnya mengkritisi rekam jejak para caleg tersebut dalam menyikapi kasus-kasus lingkungan. Masyarakat dapat melihat apakah ada di antara caleg yang telah mendaftar tersebut pernah terlibat dengan penggundulan hutan kita, tidak acuh dengan pencemaran industri, terlibat gerogotisasi tambang dan sumber daya alam.

Masalah illegal logging, pertambangan, banjir, eksploitasi ikan laut, selalu terkait dengan mereka yang memegang tampuk kekuasaan. Ada semacam kekuatan yang tak bisa dengan mudah diatasi ketika orang bicara soal masalah lingkungan. Dan di balik itu semua ada kepentingan ekonomi. Mustahil bisa menyelesaikan masalah lingkungan tanpa menyinggung penguasa. ”Para penguasa ini lahir dari para tokoh politik yang juga wakil rakyat. Maka pandangan mengenai lingkungan yang baik harus dimulai dari para anggota partai politik,” Yang memprihatinkan, para wakil rakyat cenderung mempunyai perbedaan cara pandang antara lingkungan dengan politik. Para pakar politik cenderung memikirkan apa yang bisa ia perbuat dalam lima tahun ke depan, sebab belum tentu dirinya akan berkuasa di lima tahun berikut. Sedangkan lingkungan hidup membutuhkan pemikiran yang jauh ke depan dan berkesinambungan alias sustainibility.
Problem lingkungan pada ujungnya akan selalu terbentur dengan kekuasaan setempat. Jadi sudah saatnya memang para caleg yang notabene anggota parpol mendapat semacam ”pencerahan” tentang pentingnya keberlangsungan lingkungan hidup dalam suatu negara. Betapa wakil rakyat sama sekali tak pernah mempersoalkan bencana banjir serta cara mengantisipasinya, musnahnya hutan Indonesia, Pertambangan dalam kawasan hutan dan banyak lagi.

Mengapa Persoalan Politik Tidak Sexy Pada Pemilu 2004 ?

Ada 3 penyebabnya :


1) Lingkungan hidup bukan merupakan “umpan politik” yang mujarab untuk menarik minat massa agar mendukung suatu partai, ketimbang misalnya ekonomi atau popularitas tokoh. Kalaupun itu dilakukan, maka partai itu mungkin akan kalah populer dengan yang lainnya. Lain halnya kalau itu di Barat, Jerman misalnya, yang punya “Partai Lingkungan” sehingga tetap ada peminatnya, jelas programnya untuk bidang itu.

2) Para tokoh politik atau caleg kita barangkali saja “tidak punya” visi dan misi lingkungan hidup, sebagaimana disinyalir banyak kalangan belakangan ini. Padahal, persoalan lingkungan hidup adalah persoalan “eksistensi” manusia, pembangunan dan kemanfaatan ekonomi.

3) Input dari masyarakat sendiri menyangkut berbagai persoalan lingkungan hidup tidak ada, karena untuk menjadikannya sebagai suatu aspirasi, mereka butuh seluk-beluk pengetahuan yang memadai tentang lingkungan hidup dengan seluruh persoalannya yang terkait. Karena itu ada anggapan, bahwa urusan lingkungan hidup adalah urusan mereka yang tahu betul soal itu yakni pakar, LSM dan politikus itu sendiri.

Bertolak dari itu, saya ingin menjadikannya sebagai sebuah visi, dengan pemahaman kondisi berikut ini :

1) Kebijakan pengelolaan lingkungan yang masih bersifat homosentris dan tidak ditunjang oleh prinsip pelestarian fungsi lingkungan hidup, termasuk di dalamnya adalah tumpang tindihnya kebijakan berbagai sektor atau fungsi kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup;

2) Penanggung jawab suatu usaha/kegiatan pembangunan berprinsip menguras sumber daya alam sebanyak mungkin, mendapatkan keuntungan besar untuk diri dan kroninya sendiri, dan enggan mengurusi limbah karena berbagai macam alasan;

3) Penegakan hukum lingkungan belum berjalan sebagaimana “seharusnya” baik karena ketidakberesan peraturan perundangan, unsur KKN, maupun ketidak mengertian aparat penegak hukum tentang masalah lingkungan.

Salah satu program penting untuk ikut diperjuangkan oleh para caleg adalah Agenda 21 Indonesia yang pernah dikeluarkan Kantor Men-LH 1997. Dalam agenda tersebut tercantum semacam strategi nasional (eco-populisme) untuk pembangunan berkelanjutan yang terdiri atas empat program pokok, yaitu : pelayanan masyarakat, pengelolaan limbah, pengelolaan sumber daya tanah, dan pengelolaan sumber daya alam. Seandainya saja agenda 21 itu dapat diwujudkan di masa depan, maka boleh dikatakan bahwa kualitas lingkungan hidup dan sumber daya alam di Indonesia akan terjamin baik, masyarakat dapat menikmati haknya, termasuk merasakan keuntungan, dan pembangunan berkelanjutan terlaksana tanpa beban bararti bagi lingkungan.

Program Lingkungan Yang Menjadi Agenda Saya Kalau Terpilih

Pengawasan dan penyusunan regulasi yang relevan terhadap proses pengelolaan pertambangan batubara terutama perusahaan pemegang izin PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) dan perusahaan atau koperasi pemegang izin KP (Kuasa Pertambangan), pengelola pelabuhan, para pedagang (trader), dan eksportir. Arah pengelolaan yang peduli kepada pendapatan daerah dan pengelolaan lingkungan.

Mendorong eksekutif untuk dapat melakukan kerjasama- kerjasama dengan pihak perguruan tinggi di Jambi terhadap pengelolaan sampah ataupun melakukan kerjasama dengan pihak lain seperti yang dilakukan Kementerian Negara LH, PT Gikoko Kogyo Indonesia, dan Pemerintah Kota Palembang dalam pengelolaan sampah untuk pembangkit listrik tenaga gas, hasil pembakaran sampah yang menghasilkan metan untuk pembangkit listrik.

Penguatan regulasi daerah terhadap kewajiban penggunaan dan pengawasan terhadap AMDAL sekaligus mendorong institusi Bapedalda yang professional dan mumpuni dalam mengurusi persoalan lingkungan.

Mendorong terbentuknya institusi independent peneliti, pengkaji dan pengawas lingkungan yang professional dari berbagai kalangan (Melalui seleksi khusus) yang operasionalnya dianggarkan khusus di APBD Provinsi Jambi. Hal ini dibenarkan dalam berbagai permendagri yang muncul setiap tahunnya sebagai pedoman dalam penyusunan APBD dan dapat diusulkan dalam proses mulai dari musrenbang dan seterusnya.

Pikiran Juga

PEMIKIRAN TERHADAP ISU KEMISKINAN
DIPROVINSI JAMBI
Donny Pasaribu
Caleg DPRD Provinsi Jambi Dapil Kota
Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK)/ 20

Sejak tahun 2000, semua negara anggota PBB memiliki kesepakatan yang dituangkan dalam Milleneum Development Goals (MDGs). Salah satu tujuan utamanya adalah pengurangan angka kemiskinan global menjadi separuhnya pada 2015. Kemudian, sebuah pertanyaan besar yang menyoal bagaimana target itu bisa dipenuhi oleh negara kita pun mengemuka. Pertanyaan ini memang sudah sewajarnya diungkapkan mengingat kondisi dan kapasitas APBN kita yang kurang mumpuni.

Sebagaimana telah diketahui bahwa setiap tahunnya negara menanggung pembayaran beban hutang baik pokok dan bunganya hampir mencapai 30% dari total APBN. Sejatinya, utang dapat memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Akan tetapi, penelitian Pattilo, Pairson dan Ricci pada tahun 2002, menemukan hubungan yang negatif antara utang dengan tingkat pendapatan perkapita. Dari 100 negara yang diteliti. Mereka menemukan kontribusi utang terhadap pendapatan perkapita suatu negara adalah negatif untuk rasio utang terhadap PDB yang berada pada kisaran persentase 35-45%. Lebih lanjut, tingginya level utang tersebut dapat menyebabkan berkurangnya sumber daya yang dapat dialokasikan untuk kepentingan investasi yang dapat memperbaiki kinerja ekspor.

Indonesia, berdasarkan data tahun 2005, memiliki rasio utang terhadap PDB sebesar 45,63%. Dengan berlandaskan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Pattilo dkk, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa utang luar negeri mempunyai dampak yang kurang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dengan kondisi tersebut, penyediaan sarana dan prasarana publik pun menjadi terkendala. Betapa tidak, untuk tahun fiskal 2006 saja, 48.70% PPh dan PPn (Rp 210.71 T+ Rp 128.31 T=Rp 339.02 T) yang dibebankan ke pundak masyarakat, habis untuk membayar hutang pemerintah. Hal ini menjadi sebuah hal yang ironis mengingat salah satu fungsi utama pajak adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan barang-barang kebutuhan publik.

Sebenarnya Periode 1974 hingga 1981 adalah periode dimana Indonesia tidak memerlukan utang luar negeri karena penerimaan negara pada saat itu sangat besar. Besarnya penerimaan negara pada saat itu disebabkan oleh windfall profit dari naiknya harga minyak internasional. Tetapi apa lacur, justru pada periode ini lah Indonesia banyak menandatangani perjanjian utang luar negeri. Sungguh tak masuk akal. Sudah jatuh tertimpa tangga, begitulah kira-kira peribahasa yang tepat untuk menceritakan kondisi Indonesia pada saat itu. Kedatangan utang yang tidak tepat itu ditambah lagi dengan mekanisme peruntukan utang yang tidak jelas. Utang luar negeri pada waktu itu lebih diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif ketimbang investasi. Tidak seperti kegiatan investasi yang menjanjikan tingkat pengembalian yang pasti, kegiatan konsumsi justru tidak memberikan kepastian tingkat pengembalian. Pada akhirnya kondisi ini menciptakan sebuah kendala berupa ketidaksinambungan pembayaran utang (debt unsustainability).

Dengan beban utang luar negeri yang besar, Indonesia mengalami resource drain atau pelarian sumber daya ke luar negara kita. Ini terjadi karena efek negatif dari utang luar negeri terhadap tingkat kesejahteraan.

Kontribusi utang luar negeri yang sedikit terhadap kesejahteraan Indonesia harus dibenturkan dengan kenyataan tingginya jumlah cicilan pokok utang dan beban bunga yang harus dibayar setiap tahun fiskal. Angka Rp 91.6 Triliun dalam APBN 2006 sedikit banyak telah menceritakan betapa pahitnya mempunyai utang luar negeri. Bandingkan dengan dana BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang hanya sebesar Rp 17 Triliun! Dengan kondisi seperti ini, bagaimana Indonesia bisa lepas dari jerat kemiskinan?

Kemiskinan harus diobati dan ditangani langsung pada akarnya berupa pengalihan sumber daya dari sumber yang sedianya dialokasikan untuk membayar utang luar negeri kepada program pengentasan kemiskinan.

Kemiskinan ekstrim didefinisikan sebagai orang yang hidup dengan daya beli kurang dari US$1,25 per hari. (Standart PBB)


Konsep Partai Demokrasi Kebangsaan

PDK itu membuat analisis, mengenai berbagai masalah besar yang kita angkat itu soal pengangguran, soal kemiskinan, soal keterbelakangan pendidikan dan sebagainya. Itu kesimpulan kita adalah karena pemerintah keliru atau gagal mengelola kekuasaan yang ada padanya, itu yang pertama. Pemerintahan tidak begitu berhasil mengubah nasib rakyat. Padahal pemerintahan harusnya bisa, dia punya kekuasaaan dia bisa mengontrol resources, dia punya uang dan sebagainya. Dia bisa membuat regulasi. Aturan yang menghambat bisa dihentikan, dihapus. Tapi ini tidak dilakukan. Jadi, karena pemerintah gagal melihat semua masalah ini secara jernih dan membuat keputusan secara tepat, maka kita kondisinya terbelakang seperti yang Anda lihat ini. Yang ketiga, kalau Anda lihat realita di seluruh dunia karena pemerintahannya bagus. Logikanya, tidak ada ekonomi yang baik tanpa pemerintahan yang tidak baik. Anda punya konsep ekonomi yang baik, tapi pemerintahnya korup, tidak bisa. Majunya Jepang, majunya Amerika karena diback up pemerintahannya.

Upaya Memerangi Kemiskinan Di Jambi

Mengawal berjalannya 10 prinsip Good Governance yaitu 1.) Partisipasi, Mendorong setiap warga untuk menggunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. 2) Penegakan Hukum, Mewujudkan adanya penegakan hukum bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai – nilai yang hidup dalam masyarakat. 3) Transparansi, Menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi akurat dan memadai. 4) Kesetaraan, Memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. 5) Daya Tanggap, Meningkatkan kepekaan para penyelenggara pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali. 6) Wawasan Kedepan, Membangun daerah berdasarkan visi dan strategi yang jelas dan mengikutsertakan warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan daerahnya. 7) Akuntabilitas, Meningkatkan akuntabilitas dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. 8) Pengawasan, Meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat luas. 9) Efisien dan Efektifitas, Menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab. 10) Profesionalisme, Meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat tepat, dengan biaya yang terjangkau.

2. Mendorong fungsi pengawasan yang lebih baik dalam mengawasi akses masyarakat dalam memanfaatkan skema KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang merupakan kredit bagi para petani dan UMKM yang dikucurkan Bank pemerintah (BRI) sebagai salah satu program pengentasan kemiskinan. Dalam aturannya kredit ini tidak membutuhkan jaminan dalam syarat pengajuan kredit. Hanya kelayakan usaha yang dijadikan patokan. Konsep ini sebenarnya mengadopsi pemikiran peraih nobel asal Bangladesh Dr. M Yunus. Namun apa yang terjadi dilapangan? ternyata BRI masih minta jaminan atas kredit. Kredit usaha rakyat diperuntukkan bagi usaha mikro, kecil dan menengah rakyat yang layak (feasible) namun belum memenuhi persyaratan perbankan (bankable). Hal yang dimaksud dengan usaha layak di sini adalah suatu usaha yang ditinjau dari ekonomis menguntungkan, dari segi teknis bisa dilaksanakan, dan segi ekologis dapat diterima masyarakat dan tidak merusak lingkungan. Namun karena ketiadaan agunan serta persyaratan lainnya sehingga selama ini tidak dapat dibiayai oleh pihak perbankan secara komersial. Pemerintah memfasilitasi pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) sejak akhir 2007. Program ini sendiri didanai oleh dana SBI (Sertifikat Bank Indonesia) yang menganggur, yang bernilai sekitar Rp 260 Trilyun. Dari dana itulah, kemudian pemerintah berinisiatif untuk membangun sektor riil, khususnya UMKM sebagai sektor penyumbang yang signifikan dalam PDB Indonesia. Dalam program ini, UMKM dapat melakukan pinjaman dengan jaminan yang ditanggung oleh pemerintah. Untuk bisa menyalurkannya kepada usaha mikro, pemerintah kemudian membuat sebuah jaringan dengan sistem yang efektif dan efisien. Maka, pemerintah menunjuk enam bank pemerintah (BNI, BTN, BRI, Bank Mandiri, BSM, dan Bank Bukopin) sebagai pelaksana KUR untuk disalurkan kepada usaha mikro melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang tergabung.

3) Legislatif dan eksekutif mendorong terjadinya kesepakatan dengan pihak pengusaha khusus sector pertambangan, dan migas untuk dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat local melalui pembekalan dan pelatihan singkat. Hal ini mengingat sector pertambangan dan migas lah saat ini yang berpotensi besar untuk menyerap tenaga kerja terbesar menunggu sector pertanian, kehutanan dan perkebunan yang terkena imbas dari krisis global kembali stabil terutama untuk kembali menyerap tenaga kerja. Sebagai informasi Potensi batubara Jambi yang diperkirakan 400 juta ton lebih hingga kini belum dimanfaatkan secara maksimal, sementara itu produksi rata-rata per tahun baru 1 juta ton. Minimnya eksplorasi batu bara disebabkan kualitasnya yang relatif rendah (low range coal) dengan kadar kalori rata-rata 4.000 sampai 5.600 Kkal/kg dan kadar air antara 25%-40%, sehingga kurang ekonomis untuk transportasi jarak jauh. Namun, sampai saat ini sudah lebih dari 57 perusahaan yang mengusahakan batu bara tersebut dengan rincian untuk tingkat eksplorasi sebanyak 38 perusahaan, eksploitasi 11 perusahaan. Namun yang aktif melakukan kegiatan penambangan hanya empat perusahaan di Kabupaten Bungo dengan tingkat produksi sekitar 40.000 ton per bulan untuk memenuhi kebutuhan PT Semen Padang.

Untuk Minyak Bumi :

· Cadangan minyak bumi Provinsi Jambi sebesar 1.270,96 juta m3.
· Cadangan minyak bumi antara lain terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, struktur Kenali Asam, Kecamatan Jambi Luar Kota, dan Kabupaten Batanghari.

Untuk Gas Bumi:

· Cadangan gas bumi Provinsi Jambi sebesar 3.572,44 milyar m3.
· Cadangan tersebut sebagian besar terdapat di Struktur Muara Bulian, Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten Muara Jambi dengan jumlah cadangan 2.185,73 milyar m3.
Catatan :

PetroChina International Jabung Ltd menemukan cadangan minyak baru di struktur Marmo, di area sekitar North Betara, Tanjung Jabung, Jambi. Hasil tes sumur Eksplorasi Marmo-1 yang dilakukan baru-baru ini memperlihatkan produksi harian sumur tersebut mencapai 2.484 barrel minyak mentah per hari dengan gas ikutan sebesar 0,350 MMSCFD (juta standar kaki kubik per hari). Penemuan cadangan baru tersebut akan menambah jumlah produksi minyak yang dihasilkan PetroChina dari Blok Jabung, yang saat ini memproduksi sekitar 56.000 setara barrel minyak per hari (barrel minyak ekuivalen per hari/BOEPD). Penemuan tersebut sekaligus akan menambah jumlah produksi minyak nasional. Temuan lapangan Marmo berada pada lokasi berdekatan dengan lapangan produksi lainnya sehingga dapat diharapkan terjadi percepatan produksi/pengembangan lapangan. Melalui kerja sama yang baik antara BP Migas dan PetroChina Jabung, diharapkan lapangan tersebut akan mulai berproduksi pada tahun 2009 atau awal 2010. PetroChina International Jabung dimiliki empat pemegang interest, yakni PetroChina International Jabung Ltd dan Petronas Carigali (Jabung) Ltd masing-masing sebesar 27,85 persen, PP Oil&Gas (Indonesia-Jabung) Ltd 30, 0 persen, dan PT Pertamina 14,28 persen. PetroChina merupakan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) BP Migas yang memiliki lima wilayah operasi di Indonesia, masing-masing dua di Jambi, dua di Papua, dan satu di Tuban.

Mengembalikan penguatan sector pertanian dalam bentuk revitalisasi pertanian dalam arti luas. Artinya penyerapan APBD provinsi Jambi kedepan harus lebih besar yang dialokasikan secara prioritas pada sector pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan dan peternakan sebagai sector andalan. Sementara untuk perkotaan lebih menekankan kepada standart pelayanan public yang baik untuk memberi kepastian birokrasi kepada masuknya investasi dalam penyerapan tenaga kerja terutama sector perdagangan dan bisnis.

Mendorong terciptanya gerakan 1 anak 1 gelas susu 1 hari, sehingga diperlukan regulasi ditingkat daerah yang mendorong terciptanya kemampuan masyarakat dalam membeli susu terutama masyarakat miskin.

Pikiran

PEMIKIRAN TERHADAP PENDIDIKAN
DIPROVINSI JAMBI
Donny Pasaribu
Caleg DPRD Provinsi Jambi Dapil Kota
Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK)/ 20


Pada banyak negara maju, pendidikan adalah bagian dari hidup. Pendidikan bukan semata instrumen untuk mencari pekerjaan, Pandangan hidup atas pendidikan seperti inilah yang membuat konsep long life education (pendidikan sepanjang hayat) mampu dipahami dan dilaksanakan dengan baik. untuk bisa hidup di negara-negara Barat, seseorang harus berpendidikan. Tidak aneh bila di negara maju seseorang mengambil jenjang pendidikan doktoral pada usia 80 tahun, lalu lulus pada usia 85 tahun. Di Indonesia dan kebanyakan negara berkembang, seseorang menempuh pendidikan lebih didasarkan pada kepentingan untuk mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak, Falsafah pendidikan seperti ini, sejatinya mengarahkan masyarakat untuk mereduksi fungsi pendidikan. Esensi pendidikan hanya dihargai sebatas tataran ekonomis, padahal jauh lebih besar dari itu, pendidikan merupakan proses pembentukan kemanusiaan. Pada tataran praktis, pendidikan adalah bekal kehidupan seseorang. Pendidikanlah yang mampu mengantarkan manusia menuju kemakmuran dan kesejahteraan.

Di Barat, model pendidikan bisa disesuaikan keinginan oleh masyarakatnya. Jika lima tahun lagi masyarakat di sana membutuhkan ahli kehutanan, pihak universitas lima tahun sebelumnya sudah membuka program jurusan kehutanan. Jika masyarakat sudah tidak membutuhkannya lagi, maka program itu segera ditutup oleh pimpinan universitas, Konsep seperti ini membuat pendidikan di negara Barat tak pernah melahirkan pengangguran terdidik. Ditambah lagi, tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan sejatinya tidak berdiri sendiri tapi mutlak menjadi tugas masyarakat secara keseluruhan. Pihak swasta, perusahaan, orangtua mahasiswa/murid, alumni, tokoh masyarakat, dan lingkungan dilibatkan menjadi satu kekuatan yang utuh dalam menggerakkan pendidikan. Akhirnya, pendidikan tidak hanya menjadi beban dan tanggungan para guru atau dosen saja. Peran pimpinan suatu satuan pendidikan lebih banyak diarahkan pada tataran mengintegrasikan seluruh komponen dan kemampuan yang ada. Dengan skema ini, tidak heran jika akselerasi pengembangan pendidikan di Barat melebihi apa yang ada di Indonesia sekarang. Sistem pendidikan dinegara lain, adalah sistem yang holistik, integral, yaitu pendidikan seutuhnya meliputi keceradasan intelektual, spritual dan emosional. Sehingga kalau kita sintesakan apa saja yang membedakan antara maju dengan terbelakang suatu bangsa, jawabannya adalah karena perbedaan tingkat pendidikan kedewasaan emosional dan etika sosial. Maju mundur suatu negara bukan tergantung pada muda atau lamanya umur negara tersebut, contohnya negara India dan Mesir, yang umurnya lebih dari 2000 tahun, tetapi mereka tetap terbelakang (miskin), disisi lain, Singapura, Kanada, Australia dan New Zealand negara yang umurnya kurang dari 150 tahun dalam membangun, saat ini mereka adalah bagian dari negara maju di dunia, dan penduduknya tidak lagi miskin

Selanjutnya Ketersediaan sumber daya alam dari suatu negara juga tidak menjamin negara itu menjadi kaya atau miskin. Jepang mempunyai area yang sangat terbatas. daratannya, 80 persen berupa pengunungan dan tidak cukup untuk meningkatkan pertanian dan peternakan, tetapi, saat ini Jepang menjadi raksasa ekonomi nomor dua di dunia. Jepang laksana suatu negara "industri terapung" yang besar sekali, mengimpor bahan baku dari semua negara di dunia dan mengekspor barang jadinya. Swiss tidak mempunyai perkebunan coklat, tetapi Swiss mampu menjadi negara pembuat coklat terbaik di dunia. Negara Swiss sangat kecil, hanya 11 persen daratannya yang bisa ditanami. Swiss juga mengolah susu dengan kualitas terbaik. Nestle adalah salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia. Swiss juga tidak mempunyai cukup reputasi dalam keamanan, integritas, dan ketertiban, tetapi saat ini bank-bank di Swiss menjadi bank yang sangat disukai di dunia

Berdasarkan analisis atas perilaku masyarakat di negara maju, ternyata bahwa mayoritas penduduknya sehari-harinya mengikuti/mematuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan berikut:
· Etika, sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari
· Kejujuran dan integritas
· Bertanggung jawab
· Hormat pada aturan & hukum masyarakat
· Hormat pada hak orang/warga lain
· Cinta pada pekerjaan
· Berusaha keras untuk menabung & investasi
· Mau bekerja keras
· Tepat waktu

Di Negara kita yang terbelakang dan miskin, sedikit sekali manusia yang mematuhi prinsip dasar kehidupan tersebut. Kita bukan miskin (terbelakang) karena kurang sumber daya alam, atau karena alam yang kejam kepada kita. Kita terbelakang/lemah/miskin karena perilaku kita yang kurang/tidak baik. Karena kita dan generasi-genarasi kita yang terdidik dengan materialisme, dan munafik. Materialisme Pendidikan dan munafik pendidik kita melahirkan anak didik yang tidak ada kemauan untuk mematuhi dan mengajarkan prinsip dasar kehidupan yang memungkinkan masyarakat kita pantas membangun dan maju disegala bidang. Kalau kita tetap mempertahankan sistem kita yang sekarang, maka seharusnya kita tidak usah gundah dan sedih dengan koruptor-koruptor, diktator-diktator dan manusia-manusia yang serakah lahir disekitar kita, karena pendidikan adalah ivestasi masa depan. Namun bila kehadiran mereka diharapkan lebih baik dan indah, maka janganlah pelihara anak srigala, jika suatu saat kemudian kamu takut digigit srigala dewasa yang buas.

Pengembangan sekolah di Indonesia mengacu pada tiga konsep yaitu pengembangan manajemen sekolah, pengembangan visi dan misi sekolah, serta pengembangan fasilitas. Arah pengembangan sekolah di Indonesia sebagaimana terangkum dalam Renstra Diknas 2005-2009 cenderung pada dua hal pokok, yakni pengembangan sekolah bertaraf internasional dan sekolah berbasis keunggulan daerah sebagaimana diamanatkan oleh UU Sisdiknas 2003 pasal 50.

Menarik untuk membicarakan pengembangan sekolah di Indonesia dari sisi misi dan visi sekolah karena ranah tersebut mempertentangkan dua hal yang bertolak belakang yaitu sekolah dengan visi dan misi internasional versus sekolah dengan visi dan misi daerah. Yang pertama sangat kental dipengaruhi oleh globalisasi atau internasionalisasi yang kedua muncul karena ide desentralisasi. Sejak tahun 2006 bermunculan sekolah-sekolah nasional bertaraf internasional atau lebih dikenal dengan singkatan SNBI. Menurut data Diknas, tahun 2006 terdapat 50 sekolah yang bergelar SNBI dan direncanakan berturut-turut pada tahun 2007 dan 2008 naik menjadi 86 dan 120 SNBI. SNBI bukan membangun sekolah baru tetapi mengembangkan sekolah nasional yang sudah mapan dengan mengadopsi kurikulum yang dipakai di beberapa negara maju. Ada beberapa input baru dalam SNBI yang membedakannya dengan sekolah nasional, yaitu penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, ruang kelas ber-AC, TV, fasilitas multimedia, bangku-bangku disusun dalam format huruf U, serta jumlah siswa sedikit. Karena menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar, otomatis salah satu tes seleksi masuk SNBI adalah tes kemampuan bahasa Inggris seperti TOEFL. Fasilitas sekolah yang modern juga membuat biaya untuk masuk mambengkak.

Kebijakan sekolah berlevel internasional bertolak belakang dengan sekolah berbasis keunggulan lokal. Bentuk sekolah berbasis keunggulan lokal ini lebih mencerminkan nilai nasionalnya dengan mengembangkan sekolah-sekolah bersandarkan potensi daerah. Sedangkan SNBI cenderung untuk membentuk sekolah yang seragam bahkan sistemnya akan menyerupai model sekolah-sekolah di negara yang menjadi acuannya. Sekolah berbasis keunggulan lokal sangat menarik untuk dikembangkan karena sejalan dengan misi yang dibawa UU otonomi daerah, yang menuntut daerah agar mandiri dan mengembangkan kompetisi positif dalam pembangunan. Sekolah model ini pun dapat menjadi lembaga yang akan mencetak agen-agen pembangunan yang memahami daerahnya. Jika ini berlangsung dengan sukses, maka ungkapan “pendidikan harus mendukung pembangunan daerah” menjadi kenyataan.

Sekolah-sekolah yang berbasis potensi daerah akan mendapat dukungan masyarakat karena lulusannya dapat bekerja langsung di daerah masing-masing. Namun, konsep pengembangan sekolah ini akan menghadapi masalah jika perekonomian di daerah bersangkutan tidak berkembang, sehingga tempat bekerja tidak memadai untuk para lulusan. Problem lain yang mungkin muncul adalah persoalan fasilitas belajar tentang budaya daerah, seperti taman budaya, museum, dan sebagainya. Karenanya, pengembangan sekolah harus sejalan dengan kemampuan untuk memacu perekonomian daerah dan pengembangan pelayanan serta fasilitas publik yang lain. Partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam pengembangan sekolah sudah menjadi hal yang umum dibicarakan, baik di negara maju maupun negara berkembang. Dalam teori pengembangan sekolah di era desentralisasi, ada tiga segitiga stakeholder yang harus dibangun, yaitu kerjasama sekolah, orang tua dan masyarakat. Misi ini di beberapa kasus menunjukkan keberhasilannya, tapi ketika situasi ekonomi pun mencekik rakyat, maka kebijakan melibatkan masyarakat dalam pengembangan sekolah yang bermakna `pendanaan` kelihatannya kurang bijak.

Pola partisipasi masyarakat dalam pengembangan sekolah di Indonesia lebih condong kepada apa yang diterapkan di Amerika dan Australia. Pembentukan `komite sekolah` (KS) dan `dewan pendidikan` (DP) yang dianggap sebagai perwakilan masyarakat dan orang tua, adalah murni meniru konsep `school governance` yang diterapkan di Barat. Untuk menjalankan fungsi advisory, supporting, monitoring, mediatoring, tentunya diperlukan orang-orang yang berkemampuan sebagai anggota dan pengurus komite sekolah termasuk dewan pendidikan. Juga diperlukan orang-orang yang berdedikasi penuh, mau meluangkan waktunya mengurusi perkara yang barangkali bukan pekerjaan utamanya. Sayangnya karena konsep supporting lebih kuat ketika KS dicetuskan pertama kali maka anggota-anggota KS adalah orang tua yang berkantung tebal, pengusaha, pejabat, yang notabene hampir tak punya waktu untuk datang dan mengontrol sekolah. Proses advisory akhirnya berjalan satu arah, yaitu ketika pihak sekolah meminta. Proses supporting yang kelihatannya lebih diutamakan menjadi pembicaraan utama dalam rapat-rapat komite sekolah, yang hampir terkesan bahwa kepala sekolah dan stafnya juga ketua OSIS melaporkan agenda kegiatan dan komite sekolah hanya menandatangani jika kelihatannya anggarannya masuk akal. Proses monitoring dan controling pun hanya berlangsung melalui sodoran berkas laporan kegiatan dari kepala sekolah ke komite sekolah. Adapun proses mediatoring yang dimaksudkan menghubungkan lembaga sekolah dengan lembaga non sekolah dan masyarakat pada umumnya, tampaknya belum berhasil diterjemahkan dengan baik oleh beberapa komite sekolah.

Dalam realitas pendidikan kita, kita bisa melihat seorang anak didik hanya dikejar untuk mendapatkan nilai sebagai standar prestasi akademik. Bukan merangsang mereka untuk menghasilkan ide-ide kreatif setelah kita memberikan beberapa “kebenaran” dari orang lain.

Politik 2009

Pertanyaan Dasar, Sebelum kita jauh berbicara tentang pendidikan di Indonesia, maka kita lihat dulu bahwa dalam pencalegan saja masih banyak ditemukan yang berijasah palsu. Maraknya penggunaan ijazah palsu yang dilakukan caleg, membuktikan kalau UU Nomor 12 Tahun 2003, tentang pemilu perlu ditinjau ulang. Pasalnya UU tersebut dinilai belum tegas dan masih banyak kelemahannya. Untuk memperoleh sebuah ijazah mulai dari tingkat SLTP hingga SMU saat ini begitu gampang. Apalagi dengan adanya system ujian persamaan. Seharusnya, kata dia Uper hanya diperuntukan bagi mereka yang sudah memiliki pekerjaan. Tujuannya untuk meningkatkan status kedudukan, makanya ijazah tersebut gampang diperoleh sebab tidak ada batasan siapa-siapa yang bisa dan berhak untuk mengikuti UPER demi meraih ijazahnya.

Apabila kita mengacu pada APBD Provinsi Jambi tahun 2009 ini dapat disampaikan bahwa :

Kegiatan penyediaan barang cetakan dan penggandaan masih tergolong cukup besar dengan nilai Rp. 1.323.609.500,- sehingga pertanyaan yang muncul adalah apakah kegiatan sejenis pada tahun anggaran 2008 memang sedemikian besarnya. Maka kecenderungan seperti ini lebih menekankan inefisiensi yang luar biasa besar di dinas ini.

1) Program kegiatan peningkatan sarana dan prasarana aparatur di dinas pendidikan nasional dengan nilai Rp 3.935.899.000,- yang artinya berada pada prosentase 1,2 % dimana masih memasukkan pengadaan kendaraan dinas/operasional senilai Rp 748.959.000,- yang masih tergolong cukup besar sementara jika dibandingkan dengan program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang hanya menganggarkan senilai Rp 1.590.000.000,- namun kelihatan seperti terjadi duplikasi dengan program Pendidikan Anak Usia Dini senilai Rp 1.959.000.000,-

2) Pada belanja langsung yang berupa program masih dibebani belanja pegawai (Honorarium) yang nilainya cukup besar, yaitu Rp 12.432.635.000,- atau sekitar 4,1 % dari total belanja langsung, yang artinya 95,9 % saja dari Rp 305.587.852.958,- yang benar- benar terserap langsung kepada program, sehingga total anggaran pendidikan sebesar 19,1 % tersebut secara riil untuk kebutuhan dasar hanya berkisar lebih kurang 11,2 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa anggaran pendidikan di provinsi Jambi bukanlah 19,1 % melainkan hanya 11,2 %. Tentu hal ini jauh dari amanat UUD 45 yang menekankan minimal 20 %.

3) Jika melihat 3 (tiga) prioritas pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam RKP tahun 2009, yaitu 1) peningkatan pelayanan dasar dan pembangunan pedesaan; 2) percepatan pertumbuhan yang berkualitas dengan memperkuat daya tahan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi; 3) peningkatan upaya anti korupsi, reformasi birokrasi, serta pemantapan demokrasi dan keamanan dalam negeri maka dapat disimpulkan bahwa anggaran yang diusulkan oleh Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Jambi masih belum memiliki kesan seperti :

1. Peningkatan upaya anti korupsi.
2. Reformasi birokrasi, dan
3. Pembangunan pedesaan

Karena ke-3 hal tersebut belum tersentuh dalam penganggaran yang dilakukan.

Maka langkah- langkah yang akan saya ambil apabila duduk di DPRD Provinsi Jambi adalah :

1) Mulai melakukan kampanye Long life Education (Pendidikan Sepanjang Hayat) sehingga cepat atau lambat akan mengurangi pemahaman yang kurang tepat bahwa pendidikan untuk mencari kerja. 2) Untuk menjawab kebutuhan pasar kerja, akan mendorong dan bersama – sama eksekutif membuka peluang sebesar- besarnya bagi terciptanya lembaga- lembaga pendidikan/ kursus jangka pendek terutama yang mendidik keahlian/ skill sesuai kebutuhan pasar kerja di Jambi. 3) Menganggarkan dana APBD untuk melengkapi fasilitas TI disetiap SD, SMP dan SMA termasuk peningkatan kapasitas tenaga pengajar yang diharapkan mampu menggunakan TI sehingga dalam 5 tahun setiap sekolah di Jambi sudah memiliki fasilitas TI dan siswa di Jambi mampu mengakses informasi global seluas- luasnya. 4) Membangun gerakan daerah melalui kampanye bagi anak- anak berupa :
· Etika, sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari
· Kejujuran dan integritas
· Bertanggung jawab
· Hormat pada aturan & hukum masyarakat
· Hormat pada hak orang/warga lain
· Cinta pada pekerjaan
· Berusaha keras untuk menabung & investasi
· Mau bekerja keras
· Tepat waktu
  • Menjamin pelaksanaan anggaran pendidikan minimal sebesar 20 % (bersih) diprovinsi Jambi.
  • Wacana

    MELIHAT PETA KEKUATAN POLITIK DAN KETOKOHAN
    DIPROVINSI JAMBI UNTUK PEMILU 2009
    (Suatu Gambaran Awal)
    Oleh : Donny Pasaribu
    Caleg DPRD Provinsi Jambi Dapil Kota dari PDK



    PETA POLITIK PARPOL HASIL PEMILU 2004

    Peta kekuatan politik Provinsi Jambi berdasarkan hasil Pemilu Legislatif pada tahun 2004 di menangkan oleh Partai Golkar dengan jumlah suara 316,039 (24,73%) dari jumlah total suara sah sebanyak 1,278,080 suara. Diikuti PAN pada peringkat kedua dengan jumlah suara 224,825 (17.59%), peringkat ketiga PDIP dengan jumlah suara 142,588 (11.16%). Sebagai perbandingan di peringkat tiga besar pada Pemilu 1999 adalah PDIP, GOLKAR dan PPP, sementara saat itu berada di peringkat 5 besar. Dengan terpilihnya Ketua Umum PAN Drs. Zulkifli Nurdin pada Pilkada 1999 maka pada 2004 PAN berhasil menduduki peringkat kedua. Sementara PDIP turun pada peringkat ketiga hal ini dikarenakan kekecewaan konstituennya yang melepas peluang besar kader PDIP untuk menjadi Gubernur Jambi pada tahun 1999 dimana pada waktu itu PDIP menjadi partai pemenang Pemilu di Provinsi Jambi.

    Pada Pemilu Legislatif 2004 di Provinsi Jambi peringkat ke 4-7 adalah PPP dengan jumlah suara 74,388 (5.82%), Partai Demokrat dengan jumlah suara 73,824 (5.78%), PKS dengan jumlah suara 68,846 (5.39%) dan PKB dengan jumlah suara 64,503 (5.05%). Keempat partai ini memiliki jumlah suara yang berimbang dengan perolehan suara rata-rata 5%. Namun yang menarik adalah munculnya dua partai baru yaitu Partai Demokrat dan PKS. Partai Demokrat di Provinsi Jambi dipimpin oleh Sofyan Ali mantan Bupati Kab. Bungo yang akhirnya menjadi anggota DPR-RI 2004-2009. Selain itu praktis tidak ada tokoh populer di partai ini, tetapi diduga kemunculan partai ini dalam peringkat 5 besar adalah faktor kepopuleran Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). PKS sebenarnya sudah dikenal oleh pemilih di Jambi pada Pemilu 1999 dengan Partai Keadilan, tetapi pada Pemilu 1999 PK belum dapat bersaing dengan 2 partai Islam yang sangat kuat di Jambi yaitu PPP dan PKB. Tetapi pada tahun 2004 PKS dapat mengungguli PKB walaupun dengan perbedaan suara yang tidak terlalu besar. Kekuatan PKS di Jambi adalah dengan dimotori oleh pengurus partai yang berusia muda kebanyakan diisi oleh mantan aktivis kampus pada organisasi kerohanian, yang baru menyelesaikan kuliah Sarjana.

    Selain ketujuh partai di atas kekuatan partai politik Jambi hasil Pemilu 2004, ada Partai PKPB yang identik dengan Partai Soeharto, partai ini mendapat jumlah suara yang cukup lumayan yaitu sebesar 57,573 (4.50%), partai ini mempunyai 2 (dua) kabupaten sebagai basis suara yaitu di Kabupaten Merangin dan Kabupaten Muaro Jambi khususnya di Kecamatan yang berasal dari pemukiman transmigrasi. Selain 8 parpol ini yang memperoleh suara cukup signifikan, parpol lain peserta Pemilu 2004 di Provinsi Jambi hanya memperoleh suara rata-rata 1-2% dari total jumlah suara sah.

    Kekuatan parpol di Provinsi Jambi, Pasca Pemilu 2004 sampai dengan 2008, jika dilihat dari hasil Pilkada Kabupaten masih di dominasi oleh Golkar dan PAN. Pada Pilkada Gubernur koalisi Golkar dan PAN memenangkan Zulkifli Nurdin (PAN) dan Antony Zedra Abidin (Golkar) sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur. Dominasi ini berlanjut pada pilkada Bupati dimana koalisi PAN dan GOLKAR telah memenangkan pilkada di 3 kabupaten dalam 3 tahun terakhir yaitu di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Muara Jambi, Kabupaten Sarolangun. Tetapi koalisi ini gagal untuk memenangkan pilkada di Kabupaten Batanghari. Di Kabupaten ini yang memenangkan Pilkada adalah koalisi PKB dan PDIP. Untuk pilkada kabupaten/ kota di tahun 2008 koalisi dua partai pemenang Pemilu 2004 di Prov. Jambi ini masih menjadi kekuatan yang signifikan, namun kenyataannya dipilkada Kota kedua partai ini tidak melakukan koalisi dan akhirnya dimenangkan oleh Koalisi PAN dan beberapa partai lainnya, untuk kabupaten Merangin juga dimenangkan oleh Koalisi PAN dengan beberapa partai lainnya. Sementara itu hal menarik terjadi di kabupaten Kerinci dimana calon bupati dari calon independent berhasil masuk ke putaran kedua dan dominasi partai – partai besar seperti PAN dan Golkar justru menoreh kegagalan.

    Di tingkat nasional Provinsi Jambi menempatkan 7 (tujuh) orang anggota DPR RI yang terdiri : PDIP ( 1 orang), PPP (1 org), PAN (1 org), PKS (1 org), Partai Demokrat (1 org) dan Partai Golkar (2 org). Provinsi Jambi sendiri dibagi menjadi 6 Daerah Pemilihan untuk tingkat Provinsi dengan jumlah kursi DPR Provinsi sebanyak 45 kursi. Masing-masing Dapil terbagi atas Jambi 1 (Kota Jambi) 8 kursi, Jambi 2 (Kab. Batanghari & Ma. Jambi) 8 kursi, Jambi 3 (Kab. Merangin & Sarolangun) 8 kursi, Jambi 4 (Kab. Kerinci) 5 kursi, Jambi 5 (Kab. Bungo & Tebo) 8 Kursi, Jambi 6 (Kab.Tanjab Barat & Tanjab Timur) 8 Kursi.

    KEKUATAN TOKOH POLITIK DI JAMBI TAHUN 2009

    Adanya dominasi dua partai ini yaitu PAN dan Golkar yang dimotori oleh dua orang tokoh politik yang cukup berpengaruh di Jambi yaitu Zulkifli Nurdin sebagai Ketua Umum PAN sementara di Golkar masih didominasi oleh Keluarga Manaf tentu tetap menjadi perhatian khusus beberapa partai peserta pemilu lainnya. Hal ini tentu cukup beralasan dikarenakan kedua tokoh politik Jambi tersebut akan melakukan segala daya upaya dalam memenangkan partainya masing- masing karena dapat diyakini bahwa ini merupakan pertaruhan dua keluarga besar yang cukup terpandang di Provinsi Jambi, walaupun sementara pertarungan ini sedang dimenangkan oleh PAN melalui Pilwako baru- baru ini.

    Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh beberapa Koalisi LSM Jambi pada oktober 2008 yang lalu, eksistensi dua tokoh keluarga yang akan ikut dalam Pemilu 2009 mendapatkan tantangan dari beberapa tokoh Jambi lainnya yaitu Drs. H. Usman ermulan, MM mantan Bupati Tanjabarat yang juga mantan Calon Gubernur pada Pilgub 2005 yang saat ini menjadi Ketua Umum Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) Provinsi Jambi serta Drs. H.M. Madel yang merupakan mantan Bupati Sarolangun serta tokoh birokrat handal di era Gubernur Drs. H. Abdurrahman Sayoeti dengan kendaraan juga dari Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) dimana yang bersangkutan juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum PDK ditingkat Provinsi Jambi. Dua tokoh yang bergabung di satu partai ini terlihat merupakan kekuatan baru yang cukup menjanjikan dengan tawaran perbaikan sistem pemerintahan yang bersih dan efisien. Kedua tokoh ini juga dipandang sebagai representasi tokoh Jambi wilayah barat dan tokoh Jambi wilayah Timur, namun semua tergantung kepada masyarakat Jambi yang akan menentukan pilihannya pada Pemilu 2009 yang akan datang. Tokoh ini diprediksi masih akan menjadi kandidat Gubernur Jambi 2010.
    Selain tokoh- tokoh yang telah disebutkan diatas, maka belum terlihat adanya kecenderungan beberapa partai baru untuk dapat menjual tokoh partai dalam upaya pemenangan pemilu 2009 yang akan datang, partai- partai lain cenderung akan menjual para politisi lokal yang cukup berpengaruh diwilayah daerah pemilihannya masing- masing. Katakanlah seperti Partai HANURA diprediksi akan memiliki peluang yang cukup signifikan di Kabupaten Bungo, Tebo dan Kerinci karena ada tokoh- tokoh seperti Yopi Muthalib yang merupakan anak dari Drs. Abdul Muthalib mantan Bupati Bungo Tebo dan Istri dari Fauzi Siin yang akan bertarung di Kerinci. Sementara itu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan menjual Cici Halimah Syafrial yang merupakan istri dari Bupati Tanjab barat saat ini diwilayah kabupaten Tanjabarat, diwilayah ini pertarungan sengit diprediksi akan terjadi antara PDIP dan PDK (Kekuatan Syafrial melawan Kekuatan Usman ermulan yang cukup mengakar di Tanjabarat).

    Maka pertarungan berbagai partai politik pada pemilu 2009 yang akan datang cukup menarik untuk diikuti karena semua partai akan berupaya semaksimal mungkin untuk memnangkan Pemilu 2009 tersebut untuk menghindari tidak ikutsertanya parpol pada pemilu 2014 yang akan datang apabila tidak memenuhi 2,5 % kuota kursi di DPR-RI.

    Kembali disini kejelian masyarakat dipertaruhkan untuk benar- benar mampu dan kritis dalam memilih para calon legislator yang mumpuni agar kekecewaan masyarakat setiap selesainya pesta demokrasi tidak selalu berulang dengan berbagai alasan apalagi dalam menyikapi politik uang yang mungkin akan terjadi, yang perlu diingat bahwa 3 menit di bilik suara kembali akan menentukan masa depan bangsa dan daerah ini kedepan. (*)

    Opini

    Swing Voter Sebagai Peluang Partai Kecil
    Donny : Partai Kecil dan Baru Punya Peluang Koq.

    Fenomena swing voter ( perilaku pemilih yang tidak terikat oleh sebuah partai politik dalam kurun waktu cukup lama ) mulai menghantui elite partai politik (parpol) besar seperti Partai Golkar, PDIP, PAN, PKB, PKS, dan PPP. Sejumlah survei elektoral di beberapa kawasan di Tanah Air menunjukkan bahwa partai besar ini akan meraup suara terbanyak, dibandingkan dengan perolehan suara parpol baru. Hasil survei yang dirilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) terasa sangat mengejutkan. Menjelang Pemilu Legislatif 2009, hanya 15 persen pemilih yang menyatakan terikat dengan partai politik, sisanya yang 85 persen pemilih potensial menjadi pemilih swing voter. Para swing voter (pemilih non-partisan) ini mempunyai kecenderungan memilih Partai Demokrat (PD) dan Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) pada Pemilu 2009 nanti. Menurut Donny Pasaribu, caleg DPRD Provinsi Jambi dari Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), apabila kita baca dan analisis hasil survey LSI tersebut, maka dari jumlah pemilih swing voter, Partai Demokrat mendapat 9,6 persen suara sehingga total meningkat menjadi 16,8 persen dibandingkan yang diperoleh pada Pemilu 2004 sebesar 7,4 persen. Posisi kedua diperoleh Partai Golkar yang mendapat 15,9 persen dan ketiga PDIP 14,2 persen. Partai Gerindra telah mampu memikat swing voter sebesar 3,7 persen. Fenomena swing voter ini sekaligus menunjukkan bahwa Partai Demokrat setelah empat tahun lebih berjalan mendukung sang pembina, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kini terlihat semakin kuat menempati pilihan swing voter. Peran SBY sebagai incumbent, terutama yang mengangkat dan mengatrol kemajuan partai ini, sulit terbantahkan. Ketertarikan dan pilihan nurani para pemilih non-partisan ( swing voter ) pada Partai Demokrat ini antara lain disebabkan pandangan responden pada empat hal: kemampuan pemimpinnya, program partai, perhatian partai pada rakyat, dan bersih dari korupsi. Perolehan suara signifikan parpol besar ini tentu punya alasan logis. Selain parpol besar telah teruji secara historis selama proses “pesta demokrasi” sejak awal masa transisi di era Reformasi (1990-an), di sisi lainnya karena kiprah (bantuan sosial) partai dalam membantu kemelut yang dihadapi rakyat (semisal bencana alam), telah tertanam dalam benak masyarakat; sehingga rakyat seolah “berutang budi” pada partai besar tersebut. Tidak bisa dipungkiri bahwa perolehan suara di daerah pemilihan (dapil) tertentu itu lebih ditentukan oleh kedekatan emosional masyarakat (konstituen) dengan parpol tertentu, ketimbang figur calon legislatif (caleg) di dapil tersebut. Tentu saja kewajiban partai untuk mendekatkan diri dengan konstituennya di dapil itu tidak hanya menjelang kampanye. Rakyat sekarang semakin cerdas, seiring dengan intensitas proses pendidikan politik yang semakin baik—dari aspek kualitas maupun kuantitasnya. Masyarakat bisa membedakan siapa dan parpol mana yang pantas dipilih, serta siapa dan partai mana yang hanya membutuhkan mereka (konstituen) hanya di saat menjelang pemilu saja.

    Pada Pemilihan Umum Legislatif (Pemilu Legislatif) 2009 nanti saya prediksi masih akan didominasi oleh dua partai besar, yakni Partai Golkar, PDIP termasuk PKS. Menurutnya, kepercayaan dan loyalitas pemilih pada parpol tertentu, perlu dijaga dan dirawat dengan cara menjalin “komunikasi politik” yang tepat dan intens, dari tingkat pusat hingga ranting di tingkat kecamatan dan kelurahan. Namun demikian, Menurut Donny bahwa fenomena swing voter yang semakin mengemuka akan menjadi ‘batu sandungan' bagi parpol besar seperti Partai Golkar, PDIP, PPP, dan PAN. Walaupun fenomena swing voter ini hanya merupakan sebuah persepsi publik, tetapi jangan menyepelekan hasil survei seperti ini. Parpol besar sebaiknya lebih waspada, dinamisasi politik sedang berjalan cepat, pemilu yang hanya tersisa beberapa bulan membutuhkan penentuan sikap yang tepat. Telah terjadi perubahan perilaku konstituen, Strategi partai kini harus diarahkan untuk menarik swing voter, dan jangan hanya terkonsentrasi kepada basis tradisional partai semata. Konstituen semakin kritis dan pintar, pembongkaran kasus korupsi di DPR RI telah menurunkan kesetiaan publik terhadap parpol tertentu terutama yang saat ini mendominasi panggung politik. Kini yang mengemuka adalah masalah kejujuran dan moralitas. Pemikiran dengan paradigma lama dan keyakinan pada sesuatu yang nyata tetapi semu, dapat mengganggu perolehan suara.
    Kini peta politik menjelang Pemilu 2009 semakin jelas. Partai Demokrat akan menjadi petarung yang harus dihitung dengan cermat, bahkan dapat terdongkrak naik menjadi parpol besar. Kemungkinan yang bisa diprediksi, calon presiden (capres) pada Pilpres 2009 nanti hanya ada tiga pasang, yakni Yudhoyono, Megawati, dan satu calon alternatif (kemungkinan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Prabowo Subijanto). Donny juga menambahkan, Berdasarkan Survei Indonesian Research and Development Institute (IRDI) pada Oktober 2008, menyebutkan tingkat elektabilitas Presiden Yudhoyono menempati nomor urut satu dengan perolehan suara 33%, Megawati 17,9, Wiranto 5%, Prabowo Subijanto 4,7%, Hidayat Nur Wahid 2,8%, Amin Rais 2,65%, Sri Sultan HB-X 1,6%.
    Garis besar peta politik menjelang Pemilu 2009 menurut pria berbadan tambun ini sudah sangat jelas. Menurutnya, Presiden Yudhoyono sebagai incumbent yang berasal dari kelas politisi Orde Baru akan dilawan oleh calon yang juga sudah lama dikenal para pemilih. Di antaranya, selain Megawati, ada Wiranto, Prabowo Subianto, dan Sri Sultan Hamengkubowono IX. Namun demikian, para pemilih non-partisan ( swing voter ) telah menetapkan pilihannya pada Pemilu 2009 nanti, yang meruntuhkan ekspektasi perolehan suara parpol papan atas.

    Tentunya pada posisi seperti ini, peluang terbesar sebenarnya jatuh pada partai- partai “kecil” seperti Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), PIB, Republikan dan lain sebagainya. Maka langkah yang tepat untuk dilakukan oleh partai partai ini dalam merebut swing voter adalah mendekati basis swing voter dengan mengajak dan menjual program partai ataupun para caleg yang memiliki track record baik, kritis, progresive bahkan revolusioner bila perlu, karena krisis multi dimensi yang terjadi saat ini telah menmpatkan masyarakat khususnya para swing voter lebih cenderung untuk Golput daripada memilih partai besar yang sudah jelas tidak membawa perbaikan selama ini ataupun memilih partai baru yang belum ada jaminan akan lebih baik. (*)

    Pemikiran

    Pemilu 2009 : Caleg Muda VS Caleg Tua, Yang Mana Dipilih ?
    Oleh : Donny Pasaribu
    Caleg DPRD Provinsi Jambi Dapil Kota Jambi No. Urut 1
    Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) 20

    Kaum muda seolah sedang mendapat angin segar. Peran kaum muda - terutama dalam politik dan kepemimpinan nasional dan lokal - muncul sebagai sebuah keniscayaan. Dalam konteks politik nasional, kepemimpinan kaum muda mendapat spirit perjuangan ketika Indonesia merayakan 100 tahun kebangkinan nasional. Kaum muda dan "kemudaan" telah tampil menjadi sebuah simbol vis a vis kaum tua dengan segala pemikiran konvensionalnya. Keniscayaan munculnya kaum muda dalam berbagai pentas memang cukup beralasan. Seperti sebuah organisme, organisasi negara membutuhkan penyegaran, atau pembeliaan. Sebuah organisasi yang tertutup kepada pembeliaan akan menjadikan organisasi itu mandek dan pada akhirnya mati. Dalam konteks partai politik, pembeliaan itu disebut dengan kaderisasi. Karena itulah, sebuah partai politik meniscayakan munculnya kader-kader muda yang akan meneruskan roda kepemimpinan organisasi. Dalam konteks ini, munculnya kaum muda adalah sebuah sine qua non (keharusan) bagi keberlanjutan organisasi dan kematangan demokrasi.

    Peta perpolitikan nasional dan lokal saat ini memperlihatkan gejala gerontokrasi. Yakni pemerintahan oleh kaum kaum tua - di atas lima puluh tahun. Kaum muda yang berkiprah dalam pentas politik nasional masih sangat kurang. Karena itulah, tak heran kalau muncul berbagai desakan agar kaum tua legowo dan menyerahkan pucuk pimpinan kepada kaum muda. Wacana kepemimpinan kaum muda yang mulai dicetuskan pada tanggal 20 Mei 2008 terus bergulir. Partai politik - besar dan kecil - menanggapi desakan itu dengan serius dan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah melalui pencalonan anggota legislatif. Hampir semua partai politik mengakomodasi calon kaum muda. Terlepas dari apakah dia potensial atau karena karbitan, yang penting usianya terbilang muda.

    Usia muda diyakini akan membawa angin perubahan. Kepercayaan masyarakat pemilih kepada kaum muda juga meningkat seiring makin rapuhnya peran kepemimpinan "singa tua". Namun, kepercayaan (trust) tidak serta merta mendorong masyarakat menjatuhkan pilihan kepada calon kaum muda. Caleg muda harus memenuhi beberapa prasyarat, di antaranya memiliki kemampuan mengartikulasi aspirasi masyarakat. Untuk itu, caleg muda harus lebih mempersiapkan diri baik dalam hal kesiapan mental maupun kemampuan berkomunikasi, baik kepada media massa maupun sesama politisi, terutama kemampuan untuk mengartikulasikan kepentingan masyarakat. Caleg muda harus mampu mengartikulasikan aspirasi masyarakat melalui tiga fungsi Dewan yaitu kemampuan legislasi, anggaran, dan pengawasan. Caleg muda harus didukung semangat perubahan.

    Keistimewaan anak muda juga terlepas dari keterikatan dari kekuatan lama. Tentunya lebih energik dan simbol regenerasi di partai politik. Eksistensi figur muda dalam pentas politik nasional pada Pemilu 2009 ini tampaknya menemukan puncaknya. Meski dalam satu dekade ini, peran politisi muda tak sepenuhnya baik dan mencolok di panggung politik. Alih-alih berkiprah membuat gagasan besar, para politisi muda juga terjebak dalam kasus korupsi politik parlemen. Padahal, baik kapasitas maupun pengalaman organisasi, para politisi muda tak sepenuhnya jelek. Jadi, selain gagasan besar, politisi muda juga harus dibekali dengan moralitas yang tinggi.

    MEMBACA PELUANG

    Lalu bagaimana peluang caleg muda untuk memenangkan pertandingan yang juga akan melawan caleg kekerabatan? Sejumlah kalangan masih meragukan kemampuan caleg muda untuk meraih suara signifikan. Namun tidak sedikit ada juga yang optimis bahwa caleg muda akan memenangkan Pemilu 2009.
    Saat ini sudah layak terjadi regenerasi politik. Kaum muda harus merebut kekuasaan sebagai tanggung jawab sejarah. “Tapi tidak semua caleg muda akan tampil dominan. Ada beberapa prasyarat yang menjadikan caleg muda tampil memukau yaitu ditunjang 5K, yaitu Konseptual sebagai bentuk kemampuan merancang kebijakan, Kompetensi dalam mengemban jabatan, Komitmen dalam idealisme, Komunikatif sebagai standar kemampuan argumentatif, dan Kreatif sebagai bentuk pengembangan daya nalar untuk pembaruan dan perbaikan kehidupan berbangsa.

    FENOMENA munculnya calon anggota legislatif (caleg) muda menjadi tren baru dalam pentas perpolitikan Indonesia saat ini. Kehadiran caleg muda sesungguhnya tidak sekadar menarik simpati dari pemilih muda (baru) guna mendongkrak perolehan suara partai politik. Tetapi, lebih dari itu, caleg muda dituntut untuk menjawab harapan masyarakat. Dalam konteks caleg muda, tentunya perlu menyamakan persepsi mengenai batasan caleg muda. Misalnya caleg muda berdasarkan usianya, misalnya antara 20-39 tahun. Hal yang penting bagi caleg muda adalah bagaimana mempersiapkan diri agar memiliki kemampuan menjawab aspirasi masyarakat. Jika terpilih, bagaimana menjalan tiga fungsi dewan: legislasi, anggaran, dan pengawasan secara efektif. Juga bagaimana kehadiran caleg muda bisa mengubah persepsi publik yang buruk terhadap parlemen.

    Caleg Muda Kebutuhan Regenerasi

    Munculnya caleg-caleg muda parpol dalam pemilu 2009 tidak menjadi masalah, karena memang partai membutuhkan regenerasi, sehingga politisi senior partai merasa perlu melibatkan anak-anak muda. Kalau tidak nanti kesinambungan partai jadi putus, sehingga kadernya mulai disiapkan sejak awal. Itu idealnya agar bisa stabil. Banyak yang berpendapat fenomena calon presiden AS, Barack Obama yang merupakan tokoh muda menjadi sumber inspirasi munculnya gerakan kaum muda di seluruh dunia, termasuk di Indonesia dengan banyaknya para caleg muda yang bakal tampil pada Pemilu 2009.ANAK muda di suatu negeri biasa menjadi buah bibir. Bagaimana dengan kiprah mereka di dunia politik? Menjadi caleg kelihatannya sudah bukan lagi wilayah kekuasaan orang dewasa yang pengalaman politiknya jauh lebih matang. Namun, yang perlu di garis bawahi, kehadiran caleg-caleg muda itu harus mampu menjawab harapan masyarakat yang tinggi kepada mereka. Mereka harus siap mengemban beban sedemikian berat di usianya yang masih muda. Soal aktivis muda yang menjadi caleg, sebenarnya terasa lebih baik dan pas daripada anak dari politikus ataupun dengan golongan tua yang menjadi caleg. Fakta dinamisnya fenomena politik dan pembangunan sekarang, diperlukan energi ekstra untuk membahas kebijakan-kebijakan politik dan pembangunan. Golongan tua saat ini tidak pas, karena produktivitas semakin menurun seiring kondisi kesehatan. Tentu saja caleg muda adalah mereka yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang cukup serta memiliki integritas dan kapasitas, dan ini hanya ada pada diri aktifis.

    Kehadiran caleg muda diharapkan tidak sekadar menarik simpati dari pemilih muda guna mendongkrak perolehan suara partai politik. Tetapi, lebih dari itu, caleg muda dituntut untuk menjawab harapan masyarakat memenuhi kebutuhan masyarakat akan perubahan. Lambannya kaum tua melakukan perubahan menyebabkan munculnya para calon muda, namun mereka harus bekerja keras guna membuktikan kaum muda punya potensi. Calon muda perlu didukung karena, tren saat ini adalah tahun muda dan perubahan. Anak muda lepas dari keterikatan pemain lama, relatif lebih dinamis dan energik serta fenomena munculnya calon-calon muda merupakan simbol regenerasi dari setiap partai.

    Untuk itu masyarakat calon pemilih memang diperhadapkan dengan kenyataan untuk perlu mempertimbangkan dalam- dalam untuk memilih kaum tua atau politisi lama, kalau ingin ada perubahan yang mendasar dibangsa ini maka sudah saatnya beri kesempatan dengan kaum muda.(*)