Selasa, 27 Januari 2009

Opini

Swing Voter Sebagai Peluang Partai Kecil
Donny : Partai Kecil dan Baru Punya Peluang Koq.

Fenomena swing voter ( perilaku pemilih yang tidak terikat oleh sebuah partai politik dalam kurun waktu cukup lama ) mulai menghantui elite partai politik (parpol) besar seperti Partai Golkar, PDIP, PAN, PKB, PKS, dan PPP. Sejumlah survei elektoral di beberapa kawasan di Tanah Air menunjukkan bahwa partai besar ini akan meraup suara terbanyak, dibandingkan dengan perolehan suara parpol baru. Hasil survei yang dirilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) terasa sangat mengejutkan. Menjelang Pemilu Legislatif 2009, hanya 15 persen pemilih yang menyatakan terikat dengan partai politik, sisanya yang 85 persen pemilih potensial menjadi pemilih swing voter. Para swing voter (pemilih non-partisan) ini mempunyai kecenderungan memilih Partai Demokrat (PD) dan Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) pada Pemilu 2009 nanti. Menurut Donny Pasaribu, caleg DPRD Provinsi Jambi dari Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), apabila kita baca dan analisis hasil survey LSI tersebut, maka dari jumlah pemilih swing voter, Partai Demokrat mendapat 9,6 persen suara sehingga total meningkat menjadi 16,8 persen dibandingkan yang diperoleh pada Pemilu 2004 sebesar 7,4 persen. Posisi kedua diperoleh Partai Golkar yang mendapat 15,9 persen dan ketiga PDIP 14,2 persen. Partai Gerindra telah mampu memikat swing voter sebesar 3,7 persen. Fenomena swing voter ini sekaligus menunjukkan bahwa Partai Demokrat setelah empat tahun lebih berjalan mendukung sang pembina, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kini terlihat semakin kuat menempati pilihan swing voter. Peran SBY sebagai incumbent, terutama yang mengangkat dan mengatrol kemajuan partai ini, sulit terbantahkan. Ketertarikan dan pilihan nurani para pemilih non-partisan ( swing voter ) pada Partai Demokrat ini antara lain disebabkan pandangan responden pada empat hal: kemampuan pemimpinnya, program partai, perhatian partai pada rakyat, dan bersih dari korupsi. Perolehan suara signifikan parpol besar ini tentu punya alasan logis. Selain parpol besar telah teruji secara historis selama proses “pesta demokrasi” sejak awal masa transisi di era Reformasi (1990-an), di sisi lainnya karena kiprah (bantuan sosial) partai dalam membantu kemelut yang dihadapi rakyat (semisal bencana alam), telah tertanam dalam benak masyarakat; sehingga rakyat seolah “berutang budi” pada partai besar tersebut. Tidak bisa dipungkiri bahwa perolehan suara di daerah pemilihan (dapil) tertentu itu lebih ditentukan oleh kedekatan emosional masyarakat (konstituen) dengan parpol tertentu, ketimbang figur calon legislatif (caleg) di dapil tersebut. Tentu saja kewajiban partai untuk mendekatkan diri dengan konstituennya di dapil itu tidak hanya menjelang kampanye. Rakyat sekarang semakin cerdas, seiring dengan intensitas proses pendidikan politik yang semakin baik—dari aspek kualitas maupun kuantitasnya. Masyarakat bisa membedakan siapa dan parpol mana yang pantas dipilih, serta siapa dan partai mana yang hanya membutuhkan mereka (konstituen) hanya di saat menjelang pemilu saja.

Pada Pemilihan Umum Legislatif (Pemilu Legislatif) 2009 nanti saya prediksi masih akan didominasi oleh dua partai besar, yakni Partai Golkar, PDIP termasuk PKS. Menurutnya, kepercayaan dan loyalitas pemilih pada parpol tertentu, perlu dijaga dan dirawat dengan cara menjalin “komunikasi politik” yang tepat dan intens, dari tingkat pusat hingga ranting di tingkat kecamatan dan kelurahan. Namun demikian, Menurut Donny bahwa fenomena swing voter yang semakin mengemuka akan menjadi ‘batu sandungan' bagi parpol besar seperti Partai Golkar, PDIP, PPP, dan PAN. Walaupun fenomena swing voter ini hanya merupakan sebuah persepsi publik, tetapi jangan menyepelekan hasil survei seperti ini. Parpol besar sebaiknya lebih waspada, dinamisasi politik sedang berjalan cepat, pemilu yang hanya tersisa beberapa bulan membutuhkan penentuan sikap yang tepat. Telah terjadi perubahan perilaku konstituen, Strategi partai kini harus diarahkan untuk menarik swing voter, dan jangan hanya terkonsentrasi kepada basis tradisional partai semata. Konstituen semakin kritis dan pintar, pembongkaran kasus korupsi di DPR RI telah menurunkan kesetiaan publik terhadap parpol tertentu terutama yang saat ini mendominasi panggung politik. Kini yang mengemuka adalah masalah kejujuran dan moralitas. Pemikiran dengan paradigma lama dan keyakinan pada sesuatu yang nyata tetapi semu, dapat mengganggu perolehan suara.
Kini peta politik menjelang Pemilu 2009 semakin jelas. Partai Demokrat akan menjadi petarung yang harus dihitung dengan cermat, bahkan dapat terdongkrak naik menjadi parpol besar. Kemungkinan yang bisa diprediksi, calon presiden (capres) pada Pilpres 2009 nanti hanya ada tiga pasang, yakni Yudhoyono, Megawati, dan satu calon alternatif (kemungkinan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Prabowo Subijanto). Donny juga menambahkan, Berdasarkan Survei Indonesian Research and Development Institute (IRDI) pada Oktober 2008, menyebutkan tingkat elektabilitas Presiden Yudhoyono menempati nomor urut satu dengan perolehan suara 33%, Megawati 17,9, Wiranto 5%, Prabowo Subijanto 4,7%, Hidayat Nur Wahid 2,8%, Amin Rais 2,65%, Sri Sultan HB-X 1,6%.
Garis besar peta politik menjelang Pemilu 2009 menurut pria berbadan tambun ini sudah sangat jelas. Menurutnya, Presiden Yudhoyono sebagai incumbent yang berasal dari kelas politisi Orde Baru akan dilawan oleh calon yang juga sudah lama dikenal para pemilih. Di antaranya, selain Megawati, ada Wiranto, Prabowo Subianto, dan Sri Sultan Hamengkubowono IX. Namun demikian, para pemilih non-partisan ( swing voter ) telah menetapkan pilihannya pada Pemilu 2009 nanti, yang meruntuhkan ekspektasi perolehan suara parpol papan atas.

Tentunya pada posisi seperti ini, peluang terbesar sebenarnya jatuh pada partai- partai “kecil” seperti Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), PIB, Republikan dan lain sebagainya. Maka langkah yang tepat untuk dilakukan oleh partai partai ini dalam merebut swing voter adalah mendekati basis swing voter dengan mengajak dan menjual program partai ataupun para caleg yang memiliki track record baik, kritis, progresive bahkan revolusioner bila perlu, karena krisis multi dimensi yang terjadi saat ini telah menmpatkan masyarakat khususnya para swing voter lebih cenderung untuk Golput daripada memilih partai besar yang sudah jelas tidak membawa perbaikan selama ini ataupun memilih partai baru yang belum ada jaminan akan lebih baik. (*)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Halo, nama saya Laima, saya adalah korban di tangan kreditur penipuan saya telah ditipu 27 juta, karena saya butuh modal besar dari 140 juta, saya hampir mati, tidak ada makanan untuk anak-anak saya, bisnis saya adalah hancur dalam proses saya kehilangan suami saya. Saya dan anak-anak saya tidak tahan lagi .all ini terjadi Januari 2015, tidak sampai saya bertemu seorang teman yang memperkenalkan saya kepada ibu ibu yang baik Alexandra yang akhirnya membantu saya mendapatkan mengamankan pinjaman di perusahaannya, ibu yang baik, saya ingin menggunakan kesempatan ini terima kasih dan Allah terus memberkati Anda, saya juga ingin menggunakan kesempatan ini untuk memberitahu semua orang Indonesia, bahwa ada banyak penipuan di luar sana, jika Anda membutuhkan pinjaman dan kontak pinjaman dijamin ibu yang baik Alexandra melalui email perusahaan. alexandraestherloanltdd@gmail.com
atau alexandraestherfastservice@cash4u.com,
Anda dapat menghubungi saya melalui email ini; laimajelena@gmail.com untuk setiap informasi yang Anda perlu tahu, silakan dia adalah satu-satunya orang yang jujur saya dapat memberitahu Anda.
Terima kasih.